Bagi yang pernah kuliah di Universitas Gunadarma Depok dan sering ke Kampus D mungkin udah ga asing dengan daerah Kapuk. Pintu masuk nya pun cuma beberapa meter di depan pintu masuk kampus yang konon katanya termasuk World Class University itu. Gue sendiri udah ngekos di daerah kapuk sejak pertama kali kuliah sampai lulus, dan baru keluar dari kapuk setelah akhirnya memutuskan meminang anak pak Cecep dan ibu Desi yang geulis itu. Gang Kapuk, begitu orang asli situ menyebutnya karena dikenal sebagai daerah yang banyak pedagang kapuknya. Semasa gue ngekos disitu memang banyak tukang kapuk yang berseliweran menawarkan jasa “isi ulang” kapuk kasur. Btw, dulu belum ada counter pulsa, bahkan handphone tidak cukup populer waktu itu karena masih termasuk barang mewah, pager hadir sebagai media komunikasi alternatif yang lebih modern ketimbang surat dan telpon rumah. Internet juga termasuk hal baru, cuma ada beberapa warnet yang buka dengan tarif yang cukup mahal sekitar Rp. 12,000,- per jam dengan kecepatan 56Kbps karena kecepatan modem yang paling cepat pada saat itu adalah 56Kbps. Bisa dibayangkan betapa sabarnya orang-orang pada waktu itu. Tidak heran pantatnya pada lebar. Don’t look at my ass!
Pada pertengahan tahun 1999, gue dan temen kosan gue Iman Sulaeman terdaftar sebagai mahasiswa Teknik Informatika Gunadarma yang sempat satu kelas di tingkat satu, kami pisah kelas di tingkat dua. Ada hal unik mengenai sohib gue yang satu ini. Pertama, dia punya dua akte lahir, dan sampai sekarang pun ga tau mana yang benar-benar valid. Kedua, entah dapet ide darimana dia mendadak minta dipanggil “Eqi”, sebuah nama panggilan yang sama sekali ga ada hubungan dengan nama aslinya. Berhubung gue udah terlanjur terbiasa manggil dia “Man” dan gue menghormati keinginannya maka gue panggil di “Maneq”. Kami berdua tertarik dengan jaringan komputer, mata kuliah yang baru kami akan dapatkan di tingkat tiga. Dengan pengetahuan seadanya, dipenghujung tahun 2000 kami berusaha membangun sendiri jaringan komputer dikosan. Hanya berdua. Itu pun cuma untuk main game Opposing Force, salah satu expansion pack dari game Half-Life. Sebagai informasi, bermain Opposing Force dengan hanya satu lawan di map (lapangan virtual bagi First-Person Shooter (FPS) game) yang besar itu membosankan. Karena besarnya map yang digunakan kadang butuh waktu beberapa menit untuk bisa saling ketemu dan tembak-tembakan. Kadang kalo udah mulai frustasi gue teriak “Neq! Posisi lo dimana? Gue samperin dah!”.
Diseberang kami ada sebuah kosan berjudul Pondok Sentosa (Posen) yang terdiri dari kurang lebih 32 kamar dimana 16 kamar diantaranya terhubung dengan jaringan komputer. Dan mereka juga doyan main Opposing Force. Kentara dari suara tembakan yang kami dengar tiap malam. Muncul dipikiran gue kalo aja jaringan komputer kosan gue bisa nyambung dengan mereka sepertinya bakal jadi sesuatu yang seru! Jadilah kami berangkat ke Mangga Dua (pusat komputer terbesar di Jakarta) untuk membeli kabel BNC sepanjang 50 meter. Kabel BNC ini sebenarnya bukan barang murah, kabelUTP saat itu juga masih tergolong langka. Kami menghabiskan sebagian besar uang bulanan kami untuk membeli kabel BNC ini. Sebuah investasi yang tidak murah untuk sebuah kepuasan bermain game. Tapi belakangan kami sadar kalo investasi ini jauh lebih berharga dari yang kami kira. Sebagai informasi, jaringan pada saat itu belum menggunakan hub atau switch dan hanya menggunakan Topologi Bus untuk menghubungkan antar komputer dimana ujung-ujung dari jaringannya disebut dengan Terminator dan apabila ada komputer baru yang ingin nyambung maka harus dihubungkan dengan salah satu Terminator.
Pemasangan kabel ini juga cukup dramatis, karena selain harus menghadapi maut dengan naik keatap kosan juga disaksikan dengan tatapan curiga oleh induk semang yang khawatir tagihan listriknya tiba-tiba membengkak, ternyata diujung kabel kami harus menghadapi penolakan dari salah satu sesepuh dikosan tersebut. Namun dengan sedikit negosiasi dengan beberapa sesepuh lain dikosan yang bersangkutan akhirnya kami dapat restu untuk menyolokkan kabel kami ke Terminator mereka. Sejak saat itu, setiap kali gue dan Iman mendengar suara tembakan dari kosan sebelah, kami langsung buru-buru ngidupin komputer dan bergabung di medan perang. Saat satu tembakan headshot dari gue berhasil melumpuhkan salah seorang pemain dari kosan tetangga maka teriakan lantang pun terdengar dari kosan seberang menyeruak ditengah bisingnya suara tembakan: NGEPET!
Kebetulan salah satu temen kelas kami ada yang ngekos di Posen, namanya Ivan Drajatsukma asli Bandung. Kalo main Opposing Force dia suka pake nickname Tatang karena kebiasannya di Opposing Force menggunakan senjata linggis dan memukul-mukulkannya ke dinding sehingga berbunyi “Tang! Tang! Tang!”. Kami bertiga adalah mahasiswa yang sedang dalam masa pertumbuhan dan sedang lucu-lucunya waktu itu. Dan yang namanya mahasiswa seringkali dihadapkan dengan hal yang menyebalkan seperti tugas praktikum. Untungnya tugas praktikum ini boleh dikumpulkan dalam file Microsoft Word. Si tatang ini termasuk yang rajin bikin tugas praktikum. Jadi lah setiap H-1 menjelang praktikum gue “malakin” tugas praktikum dari dia. Disinilah gue baru ngerasain keuntungan lain dari jaringan kosan ini. Gue ga perlu harus nyamperin kekosan untuk ngopi tugas praktikum. File tugas bisa dikirim lewat jaringan, tinggal kopi ke disket (saat itu flashdisk masih termasuk barang mewah) lalu ke rental komputer terdekat untuk ngeprint. Saat itulah gue mulai bermimpi, gimana kalo misalnya gue bisa ngopi tugas praktikum dari temen kelas yang kosannya terpisah beratus-ratus meter dari gue tanpa harus ke kosannya? Bagi gue, itulah pertama kali nya gue bermimpi tentang sesuatu. Gue belum pernah membayangkan suatu hal begitu kuat sebelumnya. Masa kecil gue penuh dengan mimpi palsu tentang “Mau jadi apa kalo udah gede nanti?”.
Lalu teori Law of Attraction seolah berlaku, ketika kita sangat menginginkan sesuatu maka alam bekerja secara ajaib dan misterius untuk mewujudkannya. Selang beberapa hari setelah kosan gue terhubung dengan Posen, Agie Triwijaya (Agie) dari kosan Pondok Rakyat (Porak) menghampiri kosan gue untuk minta izin untuk menghubungkan kosan mereka ke kosan gue. Pada titik ini, jaringan kami mengalami evolusi dengan mulai menggunakan Hub namun tetap menggunakan kabel BNC sebagai penghubung antara switch Posen dan Pinix. Lalu ada kosan Depan Warung (Depwar) yang letaknya disamping kosan gue. Trus ada Wisma Palem (Palem) yang letaknya agak jauhan dikit. Berikutnya, kosan yang dengan penuh perjuangan diajak untuk bergabung adalah kosan khusus wanita bernama Dhanisa. Saat kosan Dhanisa bergabung adalah salah satu momen mengharukan menurut gue. Karena disini nyaris semua, ya nyaris seluruh cowok yang sudah terhubung dengan jaringan ikut bergotong royong bahu-membahu untuk menghubungkan kosan Dhanisa ini. Bahkan kami sempat patungan untuk membelikan kabel BNC sepanjang kurang lebih 100 meter dimana dulu harga BNC sekitar Rp. 6,500,- per meternya. Dengan bergabungnya Dhanisa, maka saat itu total yang bergabung ada kurang lebih 30 orang. Saat Dhanisa bergabung Kapuk Valley mulai mempunyai variasi dimana tidak semuanya menyukai game. Gue dan Maneq mencoba hal baru dengan menghadirkan radio streaming online dengan menggunakanShoutCast yang bisa didengarkan melalui WinAmp dan kami menggunakan nama Radio.Net untuk menyebut radio kami ini.
Pada saat diadakannya buka puasa bersama pertama di Posen tanggal 22 November 2002 atau bertepatan dengan 17 Ramadhan 1423, tercetuslah ide dari salah satu sesepuh Posen yang dipanggil Peypey (gue ga tau nama asli nya siapa) untuk membentuk kepengurusan yang secara serius mengurus infrastruktur jaringan, maka hari itu secara resmi terbentuklah kepengurusan Kapuk Valley dan gue ditunjuk sebagai ketua nya karena gue yang pertama kali mencetuskan jaringan antar kosan ini. Sebenarnya gue tidak punya pengalaman berorganisasi dan gue tidak punya mental pemimpin, tapi bagi gue ini lah saatnya untuk mencoba belajar menjadi pemimpin. Sebagai langkah awal, gue mulai membentuk struktur kepengurusan. Gue udah lupa struktur awal kepengurusan, yang gue inget adalah Fahziandy (atau biasa dipanggil Paji) sebagai wakil ketua, Felix Bayu Ananto (Meong) sebagai koordinator, dan Ferry Fernando (ceinando) sebagai Network Administrator. Gue belajar banyak dari manusia ceking yang satu ini. He’s my Shifu. Dialah yang membuat gue terdorong untuk mempelajari jaringan komputer lebih dalam. Uniknya, dia tidak pernah mau memberikan penjelasan lengkap atas pertanyaan-pertanyaan gue. Alih-alih menjawab pertanyaan gue, dia hanya memberi secuil clue dan sisanya gue harus cari sendiri. Sebelum akhirnya cabut dari kosan, beliau mewariskan buku yang dari judulnya aja udah cukup berat menurut gue (berbanding lurus dengan tebal bukunya): “Network Security”, sebuah foto kopi dari buku import yang isinya membahas tentang keamanan jaringan komputer pada masa itu. Ceinando akhirnya digantikan oleh Doni Wijayanto. Sekilas tentang profil admin ini, orangnya super secure. Dia membuat password untuk server yang terdiri dari kurang lebih 16 karakter campuran huruf, angka, dan meta karakter yang bahkan dia sendiri ga apal. Dan setiap kali dia mau login ke server, semua orang yang ada dikamar akan “diusir” karena dia harus buka contekan password yang sebenarnya dia simpan dibawah keyboard komputernya. Oh ya, di dalam struktur kepengurusan ada Divisi RnD yang terdiri atas M. Rozan, Dodhy Permadi (c0d0t), dan Gustaman (sebenarnya ada beberapa nama lagi tapi sebagian gue lupa dan sebagiannya udah gue lupakan).
Adalah menjadi tradisi Kapuk Valley apabila ada kosan baru yang ingin terhubung maka Pengurus akan melakukan sosialisasi ke kosan tersebut dengan menjelaskan prosedur pendaftaran dan tata tertib yang berlaku di Kapuk Valley dan setelah mereka menandatangani kesepakatan untuk mematuhi tata tertib tersebut barulah kosan tersebut boleh dihubungkan dengan jaringan Kapuk Valley. Tradisi ini membuat kosan yang baru terhubung dengan Kapuk Valley merasa dekat dan merasa memiliki Kapuk Valley. Ini juga yang membuat mereka mau membaur dengan member yang lain baik secara on-the-LAN (Local Area Network) maupun off-the-LAN. Selain itu Kapuk Valley juga mempunyai tradisi mengadakan acara rekreasi tahunan yang disebut dengan Kaval Tour, terutama pada saat libur panjang. Daerah tujuan Kaval Tour pertama adalah pulau Haleuleungan, sebuah pulau yang terletak ditengah laut dekat Tanjung Lesung, Banten. Pulau Haleuleungan bisa dibilang tidak terawat dan bukan untuk tujuan wisata karena sebenarnya pulau tersebut dijadikan perkebunan oleh pemiliknya dan hanya dijaga oleh beberapa orang saja. Setiap bulan puasa Kapuk Valley juga mempunyai tradisi mengadakan acara buka puasa.
Setelah kepengurusan Kapuk Valley terbentuk, Ceinando mulai menerapkan sistem Domain Controller dengan menggunakan komputer pribadi nya sebagai Domain Server. Awalnya dibentuk domain KAPUK-VALLEY namun akhirnya di revisi dengan menghilangkan dash menjadi KAPUKVALLEY. Setelah Ceinando keluar dari Posen, Kapuk Valley kembali patungan untuk membuat dedicated domain server. Tidak semua komponen dibeli, tapi ada juga yang komponen hasil sumbangan, sehinggga akhirnya jadilah satu buah CPU Pentium III dengan memory 128mb yang di “paksa” menjalankan Windows 2000 Server + Domain Controller. Microsoft Exchange juga di install sebagai media komunikasi antar member (Email dan Messenger). Karena menggunakan Microsoft Exchange, maka otomatis Messenger yang digunakan adalah MSN Messenger for Exchange (berbeda dengan versi MSN Messenger untuk internet). MSN Messenger ini bisa dibilang salah satu terobosan dalam jaringan Kapuk Valley karena dilengkapi dengan fitur Voice dan Video Chat dan fitur ini Voice/Video chat ini masih tergolong baru pada saat itu sehingga cukup digemari oleh member Kapuk Valley, apalagi untuk berkomunikasi dengan member dari kosan Dhanisa. Pernah ada kejadian lucu dimana ada anak dari kosan gue sedang voice chat dengan salah satu member dari kosan Dhanisa dengan volume speaker yang bisa kedengaran dalam radius 50m. Sebenarnya ini bukan masalah besar karena memang anak-anak mahasiswa disekitar kapuk memang dikenal suka semena-mena kalo lagi nyetel lagu. Tapi ini menjadi permasalahan karena dilakukan pada jam 11 malem dan yang terdengar adalah suara cewek. Mendadak kosan gue penuh dengan pemuda-pemuda AKamSi (Anak Kampung Sini) yang kasak-kusuk mencari asal muasal suara wanita. Walaupun udah dibilang tidak ada wanita disini tapi mereka tetap tidak percaya. Mereka memeriksa setiap sudut kamar bahkan sampai kamar mandi. Setelah di demonstrasikan voice chat baru lah mereka bubar teratur dengan memalukan sambil meninggalkan sedikit “wejangan” yang kedengarannya cuma untuk menutup kemaluan (maksud nya rasa malu) mereka aja. “Maaf ya mas, kami cuma tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Soalnya sekarang banyak sekali yang nginepin cewek”. Pada titik ini, Kapuk Valley melanjutkan evolusi nya dengan mulai menggunakan Switch yang jauh lebih pinter daripada Hub. Kapuk Valley juga membeli switch tambahan yang digunakan sebagai switch sentral, yaitu switch yang khusus untuk menghubungkan switch dari kosan-kosan yang terhubung dengan jaringan Kapuk Valley. Switch sentral pertama ini bermerk TP-Link 16 port yang dilengkapi dengan module-slot dan console port.
Bergabungnya kosan Dhanisa seperti magnet, kalau sebelumnya kami membutuhkan waktu setahun untuk membentuk jaringan dengan 5 kosan, namun setelah Dhanisa bergabung hanya dalam kurun waktu satu dua bulan kosan-kosan yang ada disekitar kami mulai menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan jaringan Kapuk Valley. Kosan Wisma Palem yang letaknya agak jauh menyatakan keinginan nya untuk bergabung setelah mendengar ada kosan wanita yang bergabung dalam jaringan. Lalu diikuti dengan kosan Rantau yang letaknya dibelakang kosan Porak. Kosan ini punya member yang jauh lebih banyak dari kosan-kosan lain yang sudah terhubung ke jaringan Kapuk Valley. Sehingga dengan bergabungnya kosan Rantau membuat jumlah member melonjak hampir mencapai seratus orang. Kosan Biru dan kosan Babe yang letaknya diseberang kosan Rantau pun menyusul kosan Rantau untuk bergabung. Kosan Biru menghubungkan kosannya dengan kosan gue sedang kan kosan Babe menghubungkan kosannya dengan kosan Posen. Kosan Wisma Putih yang letaknya persis di depan kosan Biru ga mau ketinggalan, dan ada juga kosan Bara yang letaknya jauh diujung selatan Kapuk yang ikut menghubungkan kosannya dengan kosan gue. Kabel kosan Bara ini sempat dikhawatirkan tidak berhasil terhubung dengan baik karena panjang kabel nya melebihi 100m sementara panjang optimal kabel UTP adalah 100m. Setelah kabel disambungkan ternyata kosan Bara bisa terhubung dengan baik walaupun mengalami sedikit penurunan network response time.
Pada pertengahan 2003, aksi cracking untuk pertama kali menyeruak di jaringan Kapuk Valley. Angga Marihotama (Angga) dari kosan Palem membuat heboh jaringan Kapuk Valley dengan aksi nya membobol beberapa komputer, terutama member dari kosan Dhanisa. Aksi angga ini sempat memancing kemarahan member Kapuk Valley yang terkena serangan dan hampir mengarah terjadinya kerusuhan namun akhirnya dapat diselesaikan secara baik-baik. Sisi positifnya dari insiden ini adalah member Kapuk Valley kemudian menjadi lebih sadar akan keamanan komputer nya sendiri dan mereka belajar tentang bagaimana melindungi komputer mereka dari serangan cracker maupun virus walaupun banyak dari mereka yang tidak punya pengetahuan tentang komputer.
Pada pertengahan 2004, Codot berinisiatif membangun server khusus game, yaitu Ragnarok, game yang sempat sangat populer pada saat itu. Seperti hal nya Domain Server, komponen komputer nya juga hasil patungan bersama. Hampir 80% member Kapuk Valley ikutan bermain, termasuk gue. Game ini bahkan membuat kelulusan gue tertunda selama setahun karena skripsi yang ga kelar-kelar. Gue juga coba-coba untuk bikin server Half-Life Dedicated Server di linux box gue berhubung saat itu gameCounter-Strike mulai populer menggeser Opposing Force. Tapi sayang peminatnya kurang karena Dedicated Server susah untuk dikendalikan untuk pindah-pindah map atau mengatur waktu permainan. Tidak selesai sampai disitu, Codot juga membuat File Server berbekal harddisk 128GB (yang tergolong cukup besar waktu itu) yang cukup untuk menampung ratusan file software, mp3, dan puluhan judul film, and yes, termasuk bokep. Entah karena nasib atau karma, beberapa minggu kemudian server tersebut mengalami kerusakan cukup serius sehingga harddisk yang digunakan tidak bisa berfungsi dengan normal. Maka berakhir sudah riwayat File Server Kapuk Valley yang sangat singkat umurnya itu. Gue sendiri, setelah gagal dengan Half-Life dedicated Server, akhirnya menjadikan linux box gue yang spefisikasi hardware nya tergolong minim sebagai Web Server. Dan berbekal web server ini, Codot kembali membuat terobosan baru dengan membuat aplikasi simulasi Ujian Mandiri. Web Simulasi Ujian Mandiri ini, yang selanjutnya di beri nama Kaval UM, sangat populer dikalangan member Kapuk Valley terutama yang berstatus mahasiswa Gunadarma. Karena selain mereka dipermudah untuk mempelajari sistem Ujian Mandiri Gunadarma, ternyata soal-soal yang disediakan pada Kaval UM mendekati soal aslinya. Tidak heran, karena memang database yang digunakan adalah database Ujian Mandiri dari Gunadarma itu sendiri berhubung c0d0t adalah salah satu programmer yang ikut membuat aplikasi Ujian Mandiri Gunadarma (pstt, off the record!). Otomatis success rate para peserta Ujian Mandiri member Kapuk Valley melonjak drastis. Kaval UM menyelamatkan dua hal sekaligus, nilai IPK dan kantong mahasiswa. Karena untuk sekali Ujian Mandiri mahasiswa harus merogoh kocek sebesar Rp. 40,000,- per mata kuliah. Belum lagi kalo mereka harus mengulang kembali Ujian Mandiri karena gagal mendapatkan nilai yang diinginkan. Kadang mahasiswa bisa menghabiskan Rp. 800,000,- sampai Rp. 2,000,000,- demi membuat IP jongkok menjadi mendekati Cum Laude (sistem akademik Gunadarma membatasi IPK dibawah Cum Laude bagi mahasiswa yang mengambil Ujian Mandiri). Dan pada saat Kapuk Valley sedang membutuhkan wadah untuk berdiskusi, Riko Rasota Rahmada (Riko) dari kosan Biru menghadirkan Forum Kaval untuk pertama kali nya. Pada saat DoTA mulai booming, gue pun berinisiatif untuk membuat BattleNet server menggunakan PvPGN, satu-satunya emulator BattleNet yang gue tau waktu itu yang bisa dijalankan dengan mulus di Linux.
Awal tahun 2005, isu tentang sweeping penggunaan Windows bajakan mulai merebak. Kepengurusan Kapuk Valley mulai mempertimbangkan untuk melakukan migrasi ke Linux. Pengurus pun melakukan simulasi penggunaan Linux sebagai pengganti Windows Server yang secara fitur sudah sangat melekat dikeseharian member Kapuk Valley. Domain Controller digantikan oleh Samba, Active Directory digantikan oleh OpenLDAP. Beban terberatnya adalah menggantikan fitur MSN Messenger for Exchange. Saat itu alternatif terbaik yang didapat adalah dengan menggunakan Jabber tapi sayangnya tidak satupun Jabber client pada saat itu yang memiliki fasilitas voice / video chat. Setelah melakukan simulasi selama kurang lebih sebulan, akhirnya Kapuk Valley pun bermigrasi ke Linux. Alhamdulillah proses migrasi berhasil dilakukan nyaris tanpa masalah. Network Administrator pun bertambah satu, Uji Baskoro (Mboy) hadir untuk membackup Doni. Namun karena kurang menguasai Linux, Doni akhirnya mundur sebagai Network Administrator. Setelah Doni “resign”, Kapuk Valley mendapatkan Network Administrator baru bernama Roy Abu Bakar dari kosan Babe yang kebetulan sangat menguasai Linux. Momen bergabungnya Roy juga cukup unik. Saat itu dia “tertangkap basah” sedang mengacak-acak komputer beberapa member Kapuk Valley menggunakan DCom exploit yang pada saat itu sedang heboh karena berhasil secara serempak melumpuhkan ribuan server di dunia yang menggunakan Windows. Gue yang kebetulan saat itu sedang menggunakan komputer S.A Rinaldo (Nando) dari Porak yang sedang disusupi oleh Roy melihat satu per satu folder hilang. Lewat linux box yang khusus gue gunakan untuk ngoprek, gue coba exploit balik ke komputer nya Roy yang ternyata belum di patch. Gue pun “menyita” dcom exploit dari komputer Roy berikut hasil scan KTP Roy sebagai barang bukti. Setelah proses “penangkapan”, gue dan beberapa temen gue nyamperin Roy di kosannya dan dari ngobrol-ngobrol singkat kami sepakat untuk menawarkan Roy menjadi Network Administrator Kapuk Valley. Roy pun menerima tawaran itu. Bergabungnya Roy menjadi Network Administrator membawa kemajuan besar bagi server Kapuk Valley. Roy menerapkan system security yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh pengurus. Seperti penerapan IDS (Intrusion Detection System) yang secara otomatis melakukan pemblokiran terhadap IP Address yang terindikasi berusaha melakukan penyerangan ke server dan mengunci penggunaan IP Address dengan mencocokkan MAC Address nya sehingga satu IP Address hanya bisa digunakan oleh satu komputer saja demi menghindari penyalahgunaan IP Address untuk melakukan kegiatan yang tidak diizinkan seperti cracking atau spoofing.
Selang dua tahun setelah File Server tewas, pada tahun 2006 gue mulai menggerakkan member Kapuk Valley untuk menghidupkan kembali File Server. Berdasarkan polling sederhana yang gue lakukan, sebagian besar member Kapuk Valley bersedia untuk menyumbang Rp. 50,000,- untuk menghidupkan kembali File Server. Setelah uang terkumpul, gue dan teman-teman pengurus membeli beberapa komponen komputer termasuk harddisk 500GB yang waktu itu harga nya cukup mahal (diatas satu juta rupiah). Demi menjaga moral bersama, kali ini File Server tidak diisi dengan bokep karena mengingat saat itu member wanita Kapuk Valley makin banyak dan juga sudah mulai ada dari warga sekitar yang bergabung dalam jaringan Kapuk Valley. Sharing bokep pun dilakukan pada masing-masing komputer member baik secara bebas, private, sesuai permintaan atau khusus cowok.
Begitu banyaknya fasilitas umum yang tersedia di jaringan Kapuk Valley membuat pertumbuhan member Kapuk Valley meningkat rata-rata 100 sampai 150 orang pertahunnya hingga akhirnya member Kapuk Valley mencapai lebih dari 1000 orang dengan 82 kosan yang terhubung pada tahun 2006/2007 yang mana merupakan tahun keemasan bagi Kapuk Valley. Pengurus Kapuk Valley sempat kewalahan menerima pendaftaran member baru yang begitu membludak.Hal yang paling seru adalah ketika banyak member Kapuk Valley membagikan file-file berupa film, software, gambar, source code, tugas kuliah, dan lain-lain yang umumnya sulit didapatkan secara bebas dengan menggunakan fitur Network Sharing. Ini juga diakui oleh beberapa pengunjung setia jaringan Kapuk Valley (biasanya teman kosan member yang tidak ngekos di Kapuk) yang rajin bolak-balik ke Kapuk Valley hanya untuk mendapatkan update film, mp3, atau software terbaru.
Tidak hanya berbagi secara on-the-LAN, Kapuk Valley juga sempat secara rutin menggelar workshop bertemakan Computer Network Fundamental yang tujuan memberikan pengetahuan mendasar tentang jaringan komputer pada member Kapuk Valley sehingga setiap member Kapuk Valley mempunyai kemampuan untuk menjaga infrastruktur jaringan yang ada di kosannya sendiri maupun infrastruktur Kapuk Valley. Pada workshop tersebut member diajarkan tentang topology jaringan, IP Address,subnet mask, cara membuat kabel straight dan crossover, cara memperbaiki jaringan yang rusak/putus, cara melindungi komputer dari serangan cracker, dan lain-lain. Dalam penyebaran koneksinya, Kapuk Valley seringkali mendapat pertentangan dari induk semang kosan. Mulai dari yang khawatir dengan tagihan listrik yang membengkak sampai ada yang tanpa alasan memotong kabel jaringan yang menghubungkan antar kosan. Selain itu, Kapuk Valley juga harus menghadapi ancaman petir setiap tahun nya dimana dalam sekali dentuman beberapa switch/hub bisa “tewas” seketika. Hal terburuk yang pernah terjadi adalah ketika Kapuk Valley harus mengganti 12 switch sentral sekaligus yang rusak karena petir. Ini adalah pengeluaran yang sangat besar bagi Kapuk Valley yang pendapatannya hanya mengandalkan biaya registrasi member sementara saat itu tidak ada iuran rutin. Dalam kondisi-kondisi seperti itulah pengetahuan yang diajarkan pada saat workshop menjadi berguna. Member mampu secara persuasif menjelaskan ke induk semangnya masing-masing tentang jaringan komputer terutama tentang berapa banyak listrik yang dikonsumsi oleh jaringan komputer (yang mana sebenarnya sangat kecil sekali) sehingga keberadaan jaringan komputer dapat diterima oleh induk semang dan juga secara swadaya, tanpa bantuan pengurus, member dapat memperbaiki kabel jaringan yang putus atau rusak baik karena faktor alam maupun karena unsur kesengajaan.
Setelah beberapa tahun menjadi pengurus Kapuk Valley, gue mulai merasa sulit membagi waktu antara Kapuk Valley dan pekerjaan kantor. Seringkali gue harus menginap dikantor dan tidak terlalu mengikuti perkembangan Kapuk Valley. Alasan tersebut mendorong gue untuk mengadakan rotasi kepengurusan karena bagi gue kepengurusan yang berumur lebih dari dua tahun itu ga sehat. Kapuk Valley pun mengadakan pemilu yang pertama pada tahun 2006 dan ternyata lagi-lagi gue yang terpilih jadi ketua. Nasib. Baru setelah tahun 2008 hasil pemilu “membebaskan” gue dari kepengurusan Kapuk Valley dengan terpilihnya Handsen (Ham) sebagai ketua yang baru menggantikan gue. Oh ya, pada saat pemilu Kapuk Valley juga melakukan sensus untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan account dengan cara membuka pendaftaran ulang. Member yang tidak melakukan daftar ulang dianggap non-aktif karena kebijakan Kapuk Valley membolehkan orang yang sudah tidak berdomisili di Kapuk untuk kembali menggunakan account tersebut apabila suatu saat orang tersebut kembali berdomisili di Kapuk.
Gue memang udah ga berdomisili di Kapuk lagi, dan juga udah ga ngikutin lagi perkembangan Kapuk Valley. Tapi bagi gue, Kapuk Valley adalah hal yang luarbiasa yang pernah terjadi dalam hidup gue yang membuat gue sangat mensyukuri setiap detik yang pernah gue lalui ketika masih menjadi member aktif di Kapuk Valley. Bukan hanya sebagai lingkungan, tapi Kapuk Valley udah menjadi “orang tua kedua” gue yang mendidik dan membesarkan gue hingga gue bisa seperti sekarang ini dengan mempertemukan gue dengan orang-orang hebat seperti Ceinando, Doni, Rozan, Meong, Roy, Mboy, Yoga, dan masih banyak lagi yang ga bisa gue sebutin satu persatu disini. Gue bisa bilang, tanpa Kapuk Valley gue mungkin tidak pernah bisa memiliki apa yang gue miliki sekarang. Dan gue percaya, bukan cuma gue yang berpikir demikian karena dalam satu dekade terakhir keberadaaannya Kapuk Valley sudah memberikan manfaat yang besar tidak hanya bagi member Kapuk Valley tapi juga orang-orang yang pernah berkunjung ke lingkungan Kapuk Valley. Alasan gue membuat tulisan ini adalah agar setiap orang, baik yang masih mapun yang sudah tidak berdomisili di Kapuk Valley dapat menghargai dan bersukur atas apa yang mereka bisa atau pernah dapatkan di Kapuk Valley karena gue melihat kecenderungan Kapuk Valley dipenuhi oleh orang-orang bergabung dengan alasan games dan internet tanpa (mau) tau bagaimana perihnya orang-orang sebelum mereka membangun Kapuk Valley hingga bisa mereka nikmati seperti sekarang ini dan mereka-mereka itulah yang akhirnya menjadikan Kapuk Valley sebagai “warnet pribadinya” tanpa pernah menghargai dan menghormati keberadaan Kapuk Valley itu sendiri.
Semoga tulisan ini bisa membuka pikiran bagi kalian yang mempunyai hubungan dengan Kapuk Valley, baik itu member aktif, alumni, maupun sekedar pengunjung aja dan semoga Kapuk Valley tetap bertahan sampai kapanpun. Amin.